Sragen --- Penemuan alat-alat serpih di Sangiran
pada 1934 yang terkenal dengan nama Sangiran Flake Industry menandai
lahirnya kisah manusia di Indonesia. Berbagai penelitian telah dilakukan
di daerah ini oleh peneliti dari dalam maupun luar negeri.
Sejak 2002, pemerintah membangun museum modern di Sangiran, tepatnya
di klaster Krikilan, dan baru selesai pada 2011. Pembangunan museum
ini merupakan bentuk upaya pemerintah untuk memelihara situs Sangiran
yang telah dijadikan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO pada 7
Desember 1996.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyebutkan,
setidaknya ada tiga keutamaan membangun museum di situs Sangiran ini.
Pertama, Sangiran merupakan salah satu pusat evolusi manusia dan
peradaban yang terpenting di dunia. Kedua, Sangiran juga menjadi pusat
kajian evolusi manusia purba dan sekaligus sebagai rujukan situs-situs
terbesar di Asia.
"Yang ketiga, Sangiran merupakan pusat wisata edukasi berkaitan
dengan evolusi manusia, lingkungan, dan budaya," ujar Mendikbud saat
memberi paparan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkunjung
ke Situs Sangiran, Kamis (16/ 02).
Sebagai pusat evolusi manusia terbesar di dunia, pemerintah ingin
agar seluruh lapisan masyarakat juga menjadi bagian dari pelestarian
situs Sangiran. Museum situs manusia purba hanya ada di tiga tempat
yakni di Indonesia, Eropa, dan Afrika. Kebanggaan atas dijadikannya
Sangiran sebagai warisan dunia harus dirasakan oleh masyarakat. Untuk
itu, pemerintah akan membangun tiga klaster lagi di wilayah Sangiran,
dengan ukuran lebih kecil dari klaster Krikilan.
Ketiga klaster tersebut adalah Klaster Dayu, Klaster Ngebung, dan
Klaster Bukuranakan, akan dibangun dengan luas 56 kilometer. Klaster
Dayu akan mulai dibangun pada tahun 2012, sedangkan Klaster Ngebung dan
Bukuran pada 2013. "Awal tahun 2014 mudah-mudahan sudah bisa digunakan,"
kata Menteri Nuh.